be you but cooler

be you but cooler
be you but cooler

Selasa, 28 April 2015

resume dari artikel Mikroba dan jamu gendong



Mikroba dan jamu gendong
·         Jamu yang dijual dengan cara digendong merupakan minuman berkhasiat yang dibuat dengan tradisional yang resepnya turunmenurun. Menjadi minuman khas bangsa indonesia.
·         Menurut penelitan woro puji hastuti, Pengetahuan para penjual jamu akan kebersihan diri dalam mencuci tangan sekitar 78% dan yang tidak 22%, mengikuti penyuluhan jamu gendong 20% dan yang tidak 80%, penyakit menular pada air 46% dan yang tidak 54%. (dengan kata lain minim pengetahuan tentang bakteri yang bisa hidup dimana saja)
·         Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut : " Tutuplah wadahmu (tempat makananmu), dan tempatkan pada tempat yang aman, maka sesungguhnya di dalam suatu malam Allah akan menurunkan wabah (penyakit), wabah tersebut bukan tidak mungkin akan hinggap pada wadah yang tidak tertutup, dan tidak ada tempat yang aman pada makanan itu melainkan perlindungan dari yang memberikan wabah (Penyakit)". (H.R. Ahmad dan Muslim).
·         Jamu gendong dijajakan di pasaran, para penjual jamu gendong kurang memperhatikan lingkungan
·         Tidak bisa dihindari lagi semua minuman termasuk jamu bisa terdapat bakteri maka di tetapkan, Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-2897-1992 oleh pemerintah menyatakan bahwa kandungan mikroba pada produk pangan jadi, untuk jenis bakteri <106, dan untuk jenis kapang/khamir <104 (Pratiwi, 2005.)
·         Pada artikel ini membahas tentang jamu kunyit asem dan beras kencur
·         Penelitian basyarudin penjual jamu gendong di pinggir jalan (pada kunyit asem dan beras kencur) ditemukan beberapa jenis bakteri yaitu:
-          Bacillus pumilus berasal dari udara atau mulut menyebabkan batuk
-          Bacillus licheniformis dan Bacillus megaterium menyukai habitat kulit manusia dan masuk kedalam tubuh manusia, menyebabkan gangguan pencernaan. Kontaminasinya berasal tanah dan sumber dr lingkungan lainnya
-          Bacillus subtilis bakteri yg biasanya pd makanan akibat dari pemrosesan yg kurang higienis, resisten pada perubahan suhu yg tinggi. Menyebabkan kerusakan makanan dan apabila sampai pada saluran pencernaan menyebabkan gangguan pencernaan seperti diare
·         Hasil penelitian menunjukan, lebih banyak bakteri pada beras kencur daripada kunyit asem, karena kunyit asem mengandung senyawa antimikroba. Namun tetap saja apabla proses pembuataanya tidak higienis dan tidak memperhatikan kebersihan bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan jamu, mikroba akan tetap tumbuh dan hidup dengan baik karena kandungan dalam kunyit asam mengandung Lemak sebanyak 1 -3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor, dan k. Yang cukup untuk nutrisi pertumbuhan mikroba. Dan pada beras kencur, mengandung nutrisi yang sangat cukup untuk pertumbuhan mikroba Menurut Fardiaz (1992) beras mengandung karhohidrat dan glukosa yang merupakan tempat cendawan untuk memperoleh energi.
·         Bahkan apabila proses penyimpanan kunyit yang kurang higenis pada pencucian, pengupasan dan penyimpanannya, jamu akan mengandung Bakteri Escherichia coli  yang merupakan bakteri yang heterotrof, menyerap nutrisi zat organik dari lingkungannya dan jamu kunyit asem memiliki kandungan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhannya. Bakteri Escherichia pun sebenarnya tidak akan menjadi berbahaya bagi tubuh apabila jumlahnya tidak terlalu banyak dalam tubuh manusia. Karena pada dasarnya bakteri ini membantu pembusukan makanan, namun bila jumlah dalam usus banyak atau sampai menyebar keluar usus akan berakibat fatal.
·         Pengontrolan bakteri dilakukan dengan menjaga kebersihan saat mengolah jamu, memperhatikan kebersihan bahan baku pembuatan jamu dari alat yang digunakan terutama air yang digunakan serta memperhatikan tempat dimana jamu tersebut dijual.

Rabu, 22 April 2015

Mikroba dan Jamu gendong

berapa seringkah anda meminum jamu? Seberapa sukakah anda terhadap jamu?




Bagi bangsa kita sudah tidak asing lagi dengan minuman herbal yang familer sekali dengan sebutan jamu gendong, disebut demikian karena cara menjajakannya dengan cara digendong. Selain menjadi ciri khas bangsa kita yang kaya akan tumbuhan herbal merupakan juga pengembangan dari cara pengobatan dari leluhur kita. Pengobatan secara tradisional sudah dikenal oleh masyarakat sejak jaman dahulu yang diturunkan dari generasi ke generasi. Mereka menggunakan obat tradisional, termasuk jamu gendong untuk menjaga kesehatan (Pratiwi, 2005). Menurut Pratiwi pula, dalam proses pengolahan jamu gendong masih menggunakan tekhnik yang sederhana dan sangat tradisional, yaitu pertama dengan merebus semua bahan, kedua dengan memeras sari yang ada kemudian mencampurnya dengan air matang. Menurut Suriawiria (2003) keterlibatan manusia dalam pengolahan suatu produk industri akan membawa dampak yang tidak diinginkan misalnya timbulnya mikroba seperti bakteri, jamur, dan mikroorganisme lainnya. Lebih lanjut Suriawiria  menjelaskan bahwa suatu mikroba yang hinggap pada suatu produk pangan akan merubah warna, bau maupun rasanya. Tidak terkecuali jamu, produk ini apabila telah terkontaminasi oleh mikroba akan memperlihatkan bercak-bercak pada permukaan serta akan mengeluarkan lendir. Keadaan yang demikian ini merupakan hasil dari dekomposisi mikroba dengan bahan yang dibuat untuk minuman jamu.
Suatu mikroba akan mudah tumbuh di dalam substrat mengandung nutrisi yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya. Dalam pembuatan jamu, air adalah bahan utama yang merupakan salah satu substrat terpenting dalam kehidupan mikroba. Meskipun kita mengetahui bahwa jamu gendong merupakan minuman yang sangat baik untuk kesehatan namun tidak menutup kemungkinan sedikitpun bahwa bisa saja terjadi kontaminasi oleh mikroba kedalamnya. Populasi mikroba dalam bahan pangan sangat bermacam jenisnya. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh selektif terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme awal yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Sumber-sumber mikroflora yang terdapat dalam bahan pangan berasal dari tanah, air permukaan, kotoran manusia atau hewan, debu lingkungan, udara dan lainnya (Supardi dan Sukamto, 1999).
Penjualan jamu yang seringkali dijual bebas dipasaran akan memudahkan mikroba dalam mengkontaminasi produk jamu. Oleh sebab itu kewaspadaan terhadap produk jamu perlu dijaga. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut : " Tutuplah wadahmu (tempat makananmu), dan tempatkan pada tempat yang aman, maka sesungguhnya di dalam suatu malam Allah akan menurunkan wabah (penyakit), wabah tersebut bukan tidak mungkin akan hinggap pada wadah yang tidak tertutup, dan tidak ada tempat yang aman pada makanan itu melainkan perlindungan dari yang memberikan wabah (Penyakit)". (H.R. Ahmad dan Muslim). Apalagi dalam pembuatan jamu yang masih sangat tradisional dan resep pembuatannya merupakan hasil turun menurun dari leluhur yang dosis kandungannya belum dengan jelas diketahui. Dan berdasarkan Woro Puji Hastuti, yang melakukan penelitian di beberapa penjual jamu gendong yang pembuatannya masih sangat tradisional di daerah semarang. Pengetahuan para penjual jamu akan kebersihan diri dalam mencuci tangan sekitar 78% dan yang tidak 22%, mengikuti penyuluhan jamu gendong 20% dan yang tidak 80%, penyakit menular pada air 46% dan yang tidak 54%.
Saya sendiri pun termasuk orang yang masih mengonsumsi jamu yang dijual dengan cara digendong itu. Awalnya memang akan tidak benar-benar terpikirkan akan adanya bakteri atau mikroba lainnya karena semua orang pasti akan mengira mana mungkin minuman yang menyehatkan bisa mengandung mikroba?. Apalagi jika jamu tersebut dijajakan di tempat-tempat yang tidak bersih, terpikirkah bagaimana proses pembuataanya?. Dan akhirnya yang saya ketahui adalah mikroba akan selalu bisa tumbuh dan hidup dimana saja, dan tidak menutup kemungkinan akan adanya mikroba pada jamu jika pembuataanya tidak higenis dan benar-benar bersih. Bahan baku pembuatan jamu pun bisa jadi asal dari tumbuhnya mikroba tersebut. Lalu bagaimana dengan jamu yang sudah terkontaminasi mikroba? 
Jamu yang tidak layak konsumsi tidak seharusnya di jajakan kepada masyarakat, Produk jamu sangat mudah terkontaminasi mikroba karena proses yang kurang higienis. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-2897-1992 yang telah ditetapkan oleh pemerintah menyatakan bahwa kandungan mikroba pada produk pangan jadi, untuk jenis bakteri <106, dan untuk jenis kapang/khamir <104 (Pratiwi, 2005.).
Proses pembuatan jamu gendong tidak memiliki perbedaan antara penjual yang satu dengan yang lainnya. Resep jamu sendiri merupakan turun temurun, mungkin perbedaan hanya terdapat pada cara penakaran karena pada pembuatan jamu tidak ada standart yang mengharuskan dosis tertentu. Perbedaan dalam penakaran bahan ini nantinya akan menimbulkan kasiat yang berbeda-beda dan mempengaruhi hasil pengolahan jamu.
Menurut Suharmiati dan Handayani (1998) penggunaan bahan baku jamu didasarkan pada khasiat yang dikenal seperti: kudu laos menggunakan buah kudu yang mempunyai khasiat sebagai penurun tekanan darah tinggi, beras kencur memberikan tambahan vitamin B dan kencur yang bermanfaat sebagai analgesik. Bahan-bahan yang digunakan berkhasiat antara lain untuk memperbaiki pencernaan makanan sehingga meningkatkan nafsu makan (temulawak, kunyit) serta menghilangkan nyeri dan pegal (jahe, kencur, puyang). Sedangkan daun-daunan yang digunakan seperti katuk, bermanfaat untuk meningkatkan air susu ibu. Manfaat dari tanamanobat tersebut memang dibutuhkan oleh ibu yang menyusui, yang biasanya dalam keadaan cukup letih dan lelah karena harus mengasuh bayinya. Namun, beberapa penjual memberikan tambahan bahan jamu yang khasiatnya tidak sesuai dengan nama jamu, misalnya menambahkan adas, buah kudu, pulosari dalam jamu cabe puyang, kencur dalam jamu kunci suruh, dan lain-lain. Pengolahan jamu secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama dengan merebus seluruh bahan dan kedua dengan cara mengambil atau memeras sari yang terkandung jamu, kemudian dituangkan ke dalam air matang. Cara-cara tersebut dilakukan mengikuti cara yang dilakukan pendahulunya yang dilakukan secara sederhana dan tradisional.
Perbedaan yang ada kemungkinan hanya pada peralatan yang digunakan. Misalnya, dahulu lebih banyak menggunakan pipisan batu sekarang lebih disukai dengan ditumbuk bahkan ada yang menggunakan alat listrik (blender). Alat untuk merebus dahulu banyak menggunakan 'kendi' yang terbuat dari tanah liat kini berganti dengan panci. Sebagai pemanis rasa jamu, pada umumnya digunakan gula merah atau gula pasir, tetapi ada pula yang menambahkan gula obat (Saccharin). Tindakan tersebut dilakukan kemungkinan untuk menekan harga mengingat cukup mahalnya harga gula sedangkan untuk menaikkan harga jual jamu akan mempengaruhi kemampuan beli konsumen atau adanya keinginan dari pembuat jamu gendong agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar (Suharmiati dan Handayani, 1998).
Biasanya pula penambahan beberapa bahan tersebut untuk membuat variasi rasa, warna dan khasiat untuk daya jual kepada masyarakat atau permintaan masyarakat yang biasa mengonsumsi. Saya sendiri, biasanya hanya meminum jamu beras kencur atau kunyit asam.
Jamu beras kencur memiliki khasiat dalam menghilangkan pegal-pegal dan dan linu akibat terlalu banyak melakukan aktivitas yang melelahkan. Komposisi utama pada jamu beras kencur ini tentunya hanya beras dan kencur. Namun beberapa pedagang terkadang memasukan bahan tambahan lainnya seperti biji kedawung, rimpang jahe, biji kapulogo, buah asam, kunci, kayu keningar, kunir, jeruk nipis, dan buah pala. Sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur gula putih dan seringkali mereka juga mencampurkan gula buatan.
Jamu kunyit asam Jamu Kunir asam merupakan jamu untuk menyegarkan tubuh atau dapat membuat suhu tubuh normal. Ada pula yang mengatakan bermanfaat untuk menghindarkan dari sariawan, serta membuat perut menjadi dingin. Seorang penjual jamu mengatakan bahwa jamu jenis ini baik dikonsumsi oleh ibu yang sedang hamil muda dan dapat menyuburkan kandungan. Ada pula penjual jamu yang menganjurkan minum jamu kunir asam untuk melancarkan haid. Komposisi utama buah asam ditambah kunir/kunyit, terkadang dicampur dengan sinom (daun asam muda), temulawak, biji kedawung, dan air perasan buah jeruk nipis. Sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur gula putih dan
seringkali mereka juga mencampurkan gula buatan, serta dibubuhkan sedikit garam.
Menurut M. Basyarudin (2009) pada hasil penelitiannya terhadap 3 penjual jamu gendong berupa jamu beras kencur dan jamu kunyit asem yang dijual di pinggir jalan gajayana, malang. Pada penjual jamu A, jamu kunyit asem terdapat bakteri Bacillus pumilus merupakan suatu bakteri yang mempunyai koloni kecil (bintik-bintik). Pada suatu media tanam bakteri ini akan membentuk rantai, yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Sumber kontaminasi bakteri ini berasal dari mulut dan udara yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari. Bacillus pumilus merupakan salah satu bakteri yang menghasilkan endospora, bergerak dengan flagel, resisten terhadap antibiotik (Jawetz, dkk. 2001). Lebih lanjut Jawetz (2001) mengatakan bakteri Bacillus pumilus merupakan agen penyebaran penyakit yang menimbulkan penderitanya batuk. Dan pada jamu beras kencurnya terdapat bakteri Bacillus megaterium.
            Pada penjual jamu B, pada beras kencur dan kunyit asem nya di identifikasi terdapat bakteri yang mendominasi adalah kelompok Bacillus licheniformis dan Bacillus megaterium. Kedua bakteri ini mudah ditemukan dimana-mana, bakteri ini akan masuk kedalam saluran pencernaan manusia, akan tetap hidup pada gastrointestinal. Pembentukan spora oleh kedua bakteri ini akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan pada saluran pencernaan. Organisme ini lebih menyukai habitat di kulit yang kemudian akan masuk dalam tubuh manusia. Kontaminasi oleh mikroorganisme ini melalui tanah atau sumber kontaminasi lingkungan yang lain. Dalam industri bakteri Bacillus licheniformis digunakan sebagai penghasil enzim protease, amilase, serta antibiotik. Membentuk endospora, bergerak dengan menggunakan flagel, aerob resisten terhadap kondisi lingkungan sekitar.
            Pada penjual jamu C, pada jamu beras kencur dan kunyit asem nya memiliki bakteri yang sama pada penjual jamu B, namun pada jamu beras kencur nya terdapat bakteri yang berbeda yaitu Bacillus subtilis bakteri yang hadir dalam makanan akibat dari kontaminasi karena kurang higinis dalam pemrosesan. Bakteri B. Subtilis memproduksi enzim proteolitik (subtilisin), spora bakteri B. subtilis akan berkembang pada kondisi yang ekstrim ketika pemanasan waktu memasak dan akan menyebabkan serabut dan lengket, bakteri akan menghasilkan rantai panjang polisakarida (Anonymousf, 2008). B. subtilis mempunyai bentuk asimetri, memproduksi endospora yang resisten terhadap perubahan suhu panas, asam dan garam yang berlangsung cukup lama. Endospora berasal dari nutrisi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Spora yang dihasilkan oleh bakteri ini akan membentuk flagel yang akan digunakan dalam pergerakan.
            Bakteri Bacillus merupakan bakteri yang membentuk endospora, flagel peritrika atau tanpa flagel, reaksi pewarnaan gram positif, negatif dan variabel. Kelompok bakteri bacillus biasanya parasit pada insekta (Irianto, 2006). Bakteri Bacillus merupakan bakteri gram positif, membentuk spora, aerob atau fakltatif anaerob, kebanyakan golongan bacillus saprofitik, spora dibentuk dalam satu sel, resisten terhadap suhu panas, dingin, radiasi sinar, kering dan antibiotik.
            Selain ditemukannya bakteri, ditemukan pula jamur atau kapang pada seluruh jamu dari para penjual tersebut. Jamur yang mendominasi adalah Monosporium sp. Dan Aspergillus niger. Jamur ini menunjukkan ciri yang khas pada pertumbuhannya, pada Monosporium koloni tampak putih, pertumbuhan yang relatif singkat, pada penelitian diketahui jamur ini awalnya mempunyai koloni bintik putih, semakin tua akan berubah menjadi kehijauan, sedangkan jamur Aspergillus mempunyai ciri koloni berupa bintik hitam, koloni semakin tua akan menyebar pada medium pembiakan.
            Dari hasil penelitan tersebut, bisa dilihat pertumbuhan mikroba lebih banyak terdapat pada beras kencur daripada kunyit asem, ini dikarenakan kunyit mengandung senyawa metabolit sekunder atau zat antimikroba. Namun tetap saja apabla proses pembuataanya tidak higienis dan tidak memperhatikan kebersihan bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan jamu, mikroba akan tetap tumbuh dan hidup dengan baik karena kandungan dalam kunyit asam mengandung Lemak sebanyak 1 -3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor, dan k. Yang cukup untuk nutrisi pertumbuhan mikroba. Griffin (1981) menyatakan bahwa kurkumin adalah senyawa antifungi yang terkandung di dalam ekstrak kunyit yang merupakan bagian dari komponen minyak atsiri kunyit yang mengandung senyawa metabolit sekunder yang termasuk ke dalam golongan seskuiterpen. Dan pada beras kencur, mengandung nutrisi yang sangat cukup untuk pertumbuhan mikroba Menurut Fardiaz (1992) beras mengandung karhohidrat dan glukosa yang merupakan tempat cendawan untuk memperoleh energi.
            Pada penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa mikroba yang terdapat pada jamu berasal dari lingkungan yang tidak steril dan juga bahan baku pembuatan yang tidak dijaga kebersihannya. Bahkan menurut penelitian oleh Verawati (2012) dalam jurnal kesehatan masyarakatnya,    jamu kunyit asem pun bisa mengandung bakteri Escherichia coli. Bakteri tersebut dapat menimbulkan gangguan pencernaan. diduga Bakteri Escherichia coli ini berasal dari Rimpang pada kunyit yang saat pengolahan tidak dicuci bersih atau bahkan tidak dikupas terlebih dahulu. Kondisi ini akan semakin berbahaya jika kunyit dipupuk dengan pupuk kandang, pencucian dan pengupasan yang tidak benar akan menyebabkan bakteri tetap menempel pada rimpang tersebut. Penyimpanan bahan baku yang kurang tepat terkontaminasin hama seperti kecoak, serangga, tikus dll.Faktor pemilihan, pencucian, pengupasan dan penyimpanan bahan baku yang kurang tepat tersebut kemungkinan besar berpengaruh terhadap sanitasi dan higienes bahan baku yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas mikrobiologi pada jamu kunyit asem. Diketahui Bakteri Escherichia coli meupakan bakteri yang heterotrof, menyerap nutrisi zat organik dari lingkungannya dan jamu kunyit asem memiliki kandungan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhannya. Bakteri Escherichia pun sebenarnya tidak akan menjadi berbahaya bagi tubuh apabila jumlahnya tidak terlalu banyak dalam tubuh manusia. Karena pada dasarnya bakteri ini membantu pembusukan makanan, namun bila jumlah dalam usus banyak atau sampai menyebar keluar usus akan berakibat fatal.
 Jadi, mulai sekarang kita harus selalu berwaspada dalam mengonsumsi jamu. Dan sangat harus diperhatikan dalam prsoes pengolahannya yang masih sangat tradisional. Karena minuman yang menyehatkan pun bisa jadi tumbuh mikroba yang tidak menguntungkan atau merugikan.

Daftar Pustaka

Ardiansyah, 2006. Keamanan Pangan Fungsional Berbasis Keamanan Tradisional. http://www.berita-iptek.com/zberita-beritaiptek-2006-06-20. diakses pada tanggal 23/05/2015 pukul 13.02 WIB

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Griffin, H.D. (1981). Fungal Physiology. New York. John Wiley & Sons, Inc. Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid I. Jakarta :Krama Widya.

Jawets, dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Jakarta:EGC

M. basyaruddin. IDENTIFIKASI MIKROORGANISME JAMU GENDONG YANG DIJUAL DI JALAN GAJAYANA MALANG. http://www.lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/04520015.pdf. diakses pada tanggal 23/05/2015 pukul 14.02 WIB

Pelczar, M. C, Jr dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI press.

Pratiwi, S. T. 2005. Pengujian Cemaran Bakteri dan Cemaran Kapang/Khamir Pada Produk Jamu Gendong di Daerah Istimewa Yogyakarta. PHARMACON, Vol. 6, No. 1, Juni 10–15.

Sampurno, 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia.

Solichah, Verawaty. 2012. KUALITAS MIKROBIOLOGI JAMU GENDONG JENIS KUNIR ASEM YANG DIPRODUKSI DI KELURAHAN MERBUNG, KECAMATAN KLATEN SELATAN, KABUPATEN KLATEN. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=73982&val=4700 . diakses pada tanggal 24/05/2015 pukul 21.34 WIB


Suriawiria, U, 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Secara Biologis. Bandung: ITB.

Suharmiati dan Handayani, L., 1998. Bahan Baku, Khasiat dan Cara Pengolahan jamu Gendong: Studi Kasus di Kotamadya Surabaya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan kesehatan, Departemen Kesehatan RI, http://www.tempo.co.id/medika/arsip/052001/art-1.htm diakses pada tanggal 23/05/2015 pukul 13.34 WIB

Waluyo L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press