be you but cooler

be you but cooler
be you but cooler

Rabu, 22 April 2015

Mikroba dan Jamu gendong

berapa seringkah anda meminum jamu? Seberapa sukakah anda terhadap jamu?




Bagi bangsa kita sudah tidak asing lagi dengan minuman herbal yang familer sekali dengan sebutan jamu gendong, disebut demikian karena cara menjajakannya dengan cara digendong. Selain menjadi ciri khas bangsa kita yang kaya akan tumbuhan herbal merupakan juga pengembangan dari cara pengobatan dari leluhur kita. Pengobatan secara tradisional sudah dikenal oleh masyarakat sejak jaman dahulu yang diturunkan dari generasi ke generasi. Mereka menggunakan obat tradisional, termasuk jamu gendong untuk menjaga kesehatan (Pratiwi, 2005). Menurut Pratiwi pula, dalam proses pengolahan jamu gendong masih menggunakan tekhnik yang sederhana dan sangat tradisional, yaitu pertama dengan merebus semua bahan, kedua dengan memeras sari yang ada kemudian mencampurnya dengan air matang. Menurut Suriawiria (2003) keterlibatan manusia dalam pengolahan suatu produk industri akan membawa dampak yang tidak diinginkan misalnya timbulnya mikroba seperti bakteri, jamur, dan mikroorganisme lainnya. Lebih lanjut Suriawiria  menjelaskan bahwa suatu mikroba yang hinggap pada suatu produk pangan akan merubah warna, bau maupun rasanya. Tidak terkecuali jamu, produk ini apabila telah terkontaminasi oleh mikroba akan memperlihatkan bercak-bercak pada permukaan serta akan mengeluarkan lendir. Keadaan yang demikian ini merupakan hasil dari dekomposisi mikroba dengan bahan yang dibuat untuk minuman jamu.
Suatu mikroba akan mudah tumbuh di dalam substrat mengandung nutrisi yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya. Dalam pembuatan jamu, air adalah bahan utama yang merupakan salah satu substrat terpenting dalam kehidupan mikroba. Meskipun kita mengetahui bahwa jamu gendong merupakan minuman yang sangat baik untuk kesehatan namun tidak menutup kemungkinan sedikitpun bahwa bisa saja terjadi kontaminasi oleh mikroba kedalamnya. Populasi mikroba dalam bahan pangan sangat bermacam jenisnya. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh selektif terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme awal yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Sumber-sumber mikroflora yang terdapat dalam bahan pangan berasal dari tanah, air permukaan, kotoran manusia atau hewan, debu lingkungan, udara dan lainnya (Supardi dan Sukamto, 1999).
Penjualan jamu yang seringkali dijual bebas dipasaran akan memudahkan mikroba dalam mengkontaminasi produk jamu. Oleh sebab itu kewaspadaan terhadap produk jamu perlu dijaga. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut : " Tutuplah wadahmu (tempat makananmu), dan tempatkan pada tempat yang aman, maka sesungguhnya di dalam suatu malam Allah akan menurunkan wabah (penyakit), wabah tersebut bukan tidak mungkin akan hinggap pada wadah yang tidak tertutup, dan tidak ada tempat yang aman pada makanan itu melainkan perlindungan dari yang memberikan wabah (Penyakit)". (H.R. Ahmad dan Muslim). Apalagi dalam pembuatan jamu yang masih sangat tradisional dan resep pembuatannya merupakan hasil turun menurun dari leluhur yang dosis kandungannya belum dengan jelas diketahui. Dan berdasarkan Woro Puji Hastuti, yang melakukan penelitian di beberapa penjual jamu gendong yang pembuatannya masih sangat tradisional di daerah semarang. Pengetahuan para penjual jamu akan kebersihan diri dalam mencuci tangan sekitar 78% dan yang tidak 22%, mengikuti penyuluhan jamu gendong 20% dan yang tidak 80%, penyakit menular pada air 46% dan yang tidak 54%.
Saya sendiri pun termasuk orang yang masih mengonsumsi jamu yang dijual dengan cara digendong itu. Awalnya memang akan tidak benar-benar terpikirkan akan adanya bakteri atau mikroba lainnya karena semua orang pasti akan mengira mana mungkin minuman yang menyehatkan bisa mengandung mikroba?. Apalagi jika jamu tersebut dijajakan di tempat-tempat yang tidak bersih, terpikirkah bagaimana proses pembuataanya?. Dan akhirnya yang saya ketahui adalah mikroba akan selalu bisa tumbuh dan hidup dimana saja, dan tidak menutup kemungkinan akan adanya mikroba pada jamu jika pembuataanya tidak higenis dan benar-benar bersih. Bahan baku pembuatan jamu pun bisa jadi asal dari tumbuhnya mikroba tersebut. Lalu bagaimana dengan jamu yang sudah terkontaminasi mikroba? 
Jamu yang tidak layak konsumsi tidak seharusnya di jajakan kepada masyarakat, Produk jamu sangat mudah terkontaminasi mikroba karena proses yang kurang higienis. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-2897-1992 yang telah ditetapkan oleh pemerintah menyatakan bahwa kandungan mikroba pada produk pangan jadi, untuk jenis bakteri <106, dan untuk jenis kapang/khamir <104 (Pratiwi, 2005.).
Proses pembuatan jamu gendong tidak memiliki perbedaan antara penjual yang satu dengan yang lainnya. Resep jamu sendiri merupakan turun temurun, mungkin perbedaan hanya terdapat pada cara penakaran karena pada pembuatan jamu tidak ada standart yang mengharuskan dosis tertentu. Perbedaan dalam penakaran bahan ini nantinya akan menimbulkan kasiat yang berbeda-beda dan mempengaruhi hasil pengolahan jamu.
Menurut Suharmiati dan Handayani (1998) penggunaan bahan baku jamu didasarkan pada khasiat yang dikenal seperti: kudu laos menggunakan buah kudu yang mempunyai khasiat sebagai penurun tekanan darah tinggi, beras kencur memberikan tambahan vitamin B dan kencur yang bermanfaat sebagai analgesik. Bahan-bahan yang digunakan berkhasiat antara lain untuk memperbaiki pencernaan makanan sehingga meningkatkan nafsu makan (temulawak, kunyit) serta menghilangkan nyeri dan pegal (jahe, kencur, puyang). Sedangkan daun-daunan yang digunakan seperti katuk, bermanfaat untuk meningkatkan air susu ibu. Manfaat dari tanamanobat tersebut memang dibutuhkan oleh ibu yang menyusui, yang biasanya dalam keadaan cukup letih dan lelah karena harus mengasuh bayinya. Namun, beberapa penjual memberikan tambahan bahan jamu yang khasiatnya tidak sesuai dengan nama jamu, misalnya menambahkan adas, buah kudu, pulosari dalam jamu cabe puyang, kencur dalam jamu kunci suruh, dan lain-lain. Pengolahan jamu secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama dengan merebus seluruh bahan dan kedua dengan cara mengambil atau memeras sari yang terkandung jamu, kemudian dituangkan ke dalam air matang. Cara-cara tersebut dilakukan mengikuti cara yang dilakukan pendahulunya yang dilakukan secara sederhana dan tradisional.
Perbedaan yang ada kemungkinan hanya pada peralatan yang digunakan. Misalnya, dahulu lebih banyak menggunakan pipisan batu sekarang lebih disukai dengan ditumbuk bahkan ada yang menggunakan alat listrik (blender). Alat untuk merebus dahulu banyak menggunakan 'kendi' yang terbuat dari tanah liat kini berganti dengan panci. Sebagai pemanis rasa jamu, pada umumnya digunakan gula merah atau gula pasir, tetapi ada pula yang menambahkan gula obat (Saccharin). Tindakan tersebut dilakukan kemungkinan untuk menekan harga mengingat cukup mahalnya harga gula sedangkan untuk menaikkan harga jual jamu akan mempengaruhi kemampuan beli konsumen atau adanya keinginan dari pembuat jamu gendong agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar (Suharmiati dan Handayani, 1998).
Biasanya pula penambahan beberapa bahan tersebut untuk membuat variasi rasa, warna dan khasiat untuk daya jual kepada masyarakat atau permintaan masyarakat yang biasa mengonsumsi. Saya sendiri, biasanya hanya meminum jamu beras kencur atau kunyit asam.
Jamu beras kencur memiliki khasiat dalam menghilangkan pegal-pegal dan dan linu akibat terlalu banyak melakukan aktivitas yang melelahkan. Komposisi utama pada jamu beras kencur ini tentunya hanya beras dan kencur. Namun beberapa pedagang terkadang memasukan bahan tambahan lainnya seperti biji kedawung, rimpang jahe, biji kapulogo, buah asam, kunci, kayu keningar, kunir, jeruk nipis, dan buah pala. Sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur gula putih dan seringkali mereka juga mencampurkan gula buatan.
Jamu kunyit asam Jamu Kunir asam merupakan jamu untuk menyegarkan tubuh atau dapat membuat suhu tubuh normal. Ada pula yang mengatakan bermanfaat untuk menghindarkan dari sariawan, serta membuat perut menjadi dingin. Seorang penjual jamu mengatakan bahwa jamu jenis ini baik dikonsumsi oleh ibu yang sedang hamil muda dan dapat menyuburkan kandungan. Ada pula penjual jamu yang menganjurkan minum jamu kunir asam untuk melancarkan haid. Komposisi utama buah asam ditambah kunir/kunyit, terkadang dicampur dengan sinom (daun asam muda), temulawak, biji kedawung, dan air perasan buah jeruk nipis. Sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur gula putih dan
seringkali mereka juga mencampurkan gula buatan, serta dibubuhkan sedikit garam.
Menurut M. Basyarudin (2009) pada hasil penelitiannya terhadap 3 penjual jamu gendong berupa jamu beras kencur dan jamu kunyit asem yang dijual di pinggir jalan gajayana, malang. Pada penjual jamu A, jamu kunyit asem terdapat bakteri Bacillus pumilus merupakan suatu bakteri yang mempunyai koloni kecil (bintik-bintik). Pada suatu media tanam bakteri ini akan membentuk rantai, yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Sumber kontaminasi bakteri ini berasal dari mulut dan udara yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari. Bacillus pumilus merupakan salah satu bakteri yang menghasilkan endospora, bergerak dengan flagel, resisten terhadap antibiotik (Jawetz, dkk. 2001). Lebih lanjut Jawetz (2001) mengatakan bakteri Bacillus pumilus merupakan agen penyebaran penyakit yang menimbulkan penderitanya batuk. Dan pada jamu beras kencurnya terdapat bakteri Bacillus megaterium.
            Pada penjual jamu B, pada beras kencur dan kunyit asem nya di identifikasi terdapat bakteri yang mendominasi adalah kelompok Bacillus licheniformis dan Bacillus megaterium. Kedua bakteri ini mudah ditemukan dimana-mana, bakteri ini akan masuk kedalam saluran pencernaan manusia, akan tetap hidup pada gastrointestinal. Pembentukan spora oleh kedua bakteri ini akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan pada saluran pencernaan. Organisme ini lebih menyukai habitat di kulit yang kemudian akan masuk dalam tubuh manusia. Kontaminasi oleh mikroorganisme ini melalui tanah atau sumber kontaminasi lingkungan yang lain. Dalam industri bakteri Bacillus licheniformis digunakan sebagai penghasil enzim protease, amilase, serta antibiotik. Membentuk endospora, bergerak dengan menggunakan flagel, aerob resisten terhadap kondisi lingkungan sekitar.
            Pada penjual jamu C, pada jamu beras kencur dan kunyit asem nya memiliki bakteri yang sama pada penjual jamu B, namun pada jamu beras kencur nya terdapat bakteri yang berbeda yaitu Bacillus subtilis bakteri yang hadir dalam makanan akibat dari kontaminasi karena kurang higinis dalam pemrosesan. Bakteri B. Subtilis memproduksi enzim proteolitik (subtilisin), spora bakteri B. subtilis akan berkembang pada kondisi yang ekstrim ketika pemanasan waktu memasak dan akan menyebabkan serabut dan lengket, bakteri akan menghasilkan rantai panjang polisakarida (Anonymousf, 2008). B. subtilis mempunyai bentuk asimetri, memproduksi endospora yang resisten terhadap perubahan suhu panas, asam dan garam yang berlangsung cukup lama. Endospora berasal dari nutrisi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Spora yang dihasilkan oleh bakteri ini akan membentuk flagel yang akan digunakan dalam pergerakan.
            Bakteri Bacillus merupakan bakteri yang membentuk endospora, flagel peritrika atau tanpa flagel, reaksi pewarnaan gram positif, negatif dan variabel. Kelompok bakteri bacillus biasanya parasit pada insekta (Irianto, 2006). Bakteri Bacillus merupakan bakteri gram positif, membentuk spora, aerob atau fakltatif anaerob, kebanyakan golongan bacillus saprofitik, spora dibentuk dalam satu sel, resisten terhadap suhu panas, dingin, radiasi sinar, kering dan antibiotik.
            Selain ditemukannya bakteri, ditemukan pula jamur atau kapang pada seluruh jamu dari para penjual tersebut. Jamur yang mendominasi adalah Monosporium sp. Dan Aspergillus niger. Jamur ini menunjukkan ciri yang khas pada pertumbuhannya, pada Monosporium koloni tampak putih, pertumbuhan yang relatif singkat, pada penelitian diketahui jamur ini awalnya mempunyai koloni bintik putih, semakin tua akan berubah menjadi kehijauan, sedangkan jamur Aspergillus mempunyai ciri koloni berupa bintik hitam, koloni semakin tua akan menyebar pada medium pembiakan.
            Dari hasil penelitan tersebut, bisa dilihat pertumbuhan mikroba lebih banyak terdapat pada beras kencur daripada kunyit asem, ini dikarenakan kunyit mengandung senyawa metabolit sekunder atau zat antimikroba. Namun tetap saja apabla proses pembuataanya tidak higienis dan tidak memperhatikan kebersihan bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan jamu, mikroba akan tetap tumbuh dan hidup dengan baik karena kandungan dalam kunyit asam mengandung Lemak sebanyak 1 -3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor, dan k. Yang cukup untuk nutrisi pertumbuhan mikroba. Griffin (1981) menyatakan bahwa kurkumin adalah senyawa antifungi yang terkandung di dalam ekstrak kunyit yang merupakan bagian dari komponen minyak atsiri kunyit yang mengandung senyawa metabolit sekunder yang termasuk ke dalam golongan seskuiterpen. Dan pada beras kencur, mengandung nutrisi yang sangat cukup untuk pertumbuhan mikroba Menurut Fardiaz (1992) beras mengandung karhohidrat dan glukosa yang merupakan tempat cendawan untuk memperoleh energi.
            Pada penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa mikroba yang terdapat pada jamu berasal dari lingkungan yang tidak steril dan juga bahan baku pembuatan yang tidak dijaga kebersihannya. Bahkan menurut penelitian oleh Verawati (2012) dalam jurnal kesehatan masyarakatnya,    jamu kunyit asem pun bisa mengandung bakteri Escherichia coli. Bakteri tersebut dapat menimbulkan gangguan pencernaan. diduga Bakteri Escherichia coli ini berasal dari Rimpang pada kunyit yang saat pengolahan tidak dicuci bersih atau bahkan tidak dikupas terlebih dahulu. Kondisi ini akan semakin berbahaya jika kunyit dipupuk dengan pupuk kandang, pencucian dan pengupasan yang tidak benar akan menyebabkan bakteri tetap menempel pada rimpang tersebut. Penyimpanan bahan baku yang kurang tepat terkontaminasin hama seperti kecoak, serangga, tikus dll.Faktor pemilihan, pencucian, pengupasan dan penyimpanan bahan baku yang kurang tepat tersebut kemungkinan besar berpengaruh terhadap sanitasi dan higienes bahan baku yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas mikrobiologi pada jamu kunyit asem. Diketahui Bakteri Escherichia coli meupakan bakteri yang heterotrof, menyerap nutrisi zat organik dari lingkungannya dan jamu kunyit asem memiliki kandungan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhannya. Bakteri Escherichia pun sebenarnya tidak akan menjadi berbahaya bagi tubuh apabila jumlahnya tidak terlalu banyak dalam tubuh manusia. Karena pada dasarnya bakteri ini membantu pembusukan makanan, namun bila jumlah dalam usus banyak atau sampai menyebar keluar usus akan berakibat fatal.
 Jadi, mulai sekarang kita harus selalu berwaspada dalam mengonsumsi jamu. Dan sangat harus diperhatikan dalam prsoes pengolahannya yang masih sangat tradisional. Karena minuman yang menyehatkan pun bisa jadi tumbuh mikroba yang tidak menguntungkan atau merugikan.

Daftar Pustaka

Ardiansyah, 2006. Keamanan Pangan Fungsional Berbasis Keamanan Tradisional. http://www.berita-iptek.com/zberita-beritaiptek-2006-06-20. diakses pada tanggal 23/05/2015 pukul 13.02 WIB

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Griffin, H.D. (1981). Fungal Physiology. New York. John Wiley & Sons, Inc. Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid I. Jakarta :Krama Widya.

Jawets, dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Jakarta:EGC

M. basyaruddin. IDENTIFIKASI MIKROORGANISME JAMU GENDONG YANG DIJUAL DI JALAN GAJAYANA MALANG. http://www.lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/04520015.pdf. diakses pada tanggal 23/05/2015 pukul 14.02 WIB

Pelczar, M. C, Jr dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI press.

Pratiwi, S. T. 2005. Pengujian Cemaran Bakteri dan Cemaran Kapang/Khamir Pada Produk Jamu Gendong di Daerah Istimewa Yogyakarta. PHARMACON, Vol. 6, No. 1, Juni 10–15.

Sampurno, 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia.

Solichah, Verawaty. 2012. KUALITAS MIKROBIOLOGI JAMU GENDONG JENIS KUNIR ASEM YANG DIPRODUKSI DI KELURAHAN MERBUNG, KECAMATAN KLATEN SELATAN, KABUPATEN KLATEN. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=73982&val=4700 . diakses pada tanggal 24/05/2015 pukul 21.34 WIB


Suriawiria, U, 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Secara Biologis. Bandung: ITB.

Suharmiati dan Handayani, L., 1998. Bahan Baku, Khasiat dan Cara Pengolahan jamu Gendong: Studi Kasus di Kotamadya Surabaya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan kesehatan, Departemen Kesehatan RI, http://www.tempo.co.id/medika/arsip/052001/art-1.htm diakses pada tanggal 23/05/2015 pukul 13.34 WIB

Waluyo L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press


31 komentar:

  1. artikel yang menarik.. saya baru tau ada ya bakteri di minuman jamu gendong. saya kira minuman sehat itu terbebas dari bakteri ternyata tidak tergantung dari orang yang memproduksi minuman tersebut. saya ingin menambahkan informasi lain selain bakteri Bacillus substilis ada bakteri lain dalam 1 genus yatu bakteri Bacillus cereus dimana bakteri tersebut bisa mengakibatkan keracunan pada makanan. karena bakteri Beberapa strain menghasilkan toksin tahan panas dalam makanan yang berhubungan dengan spora
    perkecambahan dan menimbulkan sindrom muntah dalam waktu 1-5 jam menelan. Lain
    strain menghasilkan enterotoksin tahan panas setelah konsumsi yang menyebabkan diare dalam
    10-15 jam. Bacillus spp. umumnya terjadi di berbagai lingkungan alam, seperti tanah
    dan air. Mereka membentuk bagian dari bakteri HPC, yang mudah terdeteksi di sebagian
    persediaan air minum. oleh sebab itu perlunya diperhatikan air minum yang digunakan saat membuat jamu tradisional agar terhindar dari bakteri yang justru menyebabkan penyakit.
    kamu bisa membaca informasi selanjutnya di link ini --> http://www.who.int/water_sanitation_health/dwq/GDW11rev1and2.pdf. terimakasih :)

    BalasHapus
  2. saya termasuk prang yang sangat menyukai jamu gendong terutama dengan jamu kunyit asem, dan setelah membaca artikel saudari mazidah ini membuat saya terkejut karena ternyata pada minuman menyehatkan itu terdapat pula mikroba di dalamnya, namun tentunya benar apa yang dikatakan mazidah bahwa jamu yang terkontaminasi oleh mikroba tersebut diakibatkan karena penempatan jamu yang kurang higienis..
    izin menambahkan sedikit dari laporan penelitian yang saya baca bahwa selain bakteri E.coli juga muncul bakteri Staphylococcus aureus (bakteri gram positif) dan dari kedua bakteri tersebut diadakan uji daya antibakterial menggunakan metode difusi dengan cakram kertas yang menunjukkan ada perbedaan rata-rata diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif berdasarkan jenis ramuan jamu gendong
    http://www.distrodoc.com/129103-daya-antibakterial-beberapa-jenis-ramuan-jamu-gendong

    gansahamnida mazidah :)

    BalasHapus
  3. Artikelnya sangat bermanfaat Mazidah, dari artikel ini saya selaku pembaca sekaligus pengkonsumsi jamu gendong, akan lebih berhati-hati apabila mengkonsumsi jamu. Ironis yaa jamu yang selama ini kita konsumsi ternyata banyak diantaranya yang terkontaminasi oleh bakteri, sehingga mengurangi nilai khasiat dari jamu itu sendiri.
    Menambahkan saja Mazidah dari jurnal yang telah saya baca bahwa bakteri Bacillus ternyata memiliki sisi positif yang telah banyak diaplikasikan pada benih untuk mencegah patogen
    tular tanah seperti Fusarium oxysporum, Rhizoctonia solani, Botrytis cinera,
    Phytium sp. dan Sclerotium rolfsii
    Dapat dilihat selengkapnya pada link ini http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40713/12/Chapter%20II.pdf
    Terimakasih Mazidah, semoga bermanfaat :)

    BalasHapus
  4. tulisan yang menarik mazidah. sejak kecil sy termasuk orang yang suka mengonsumsi jamu. tetapi sangat disayangkan apabila didalam minuman herbal yang menyehatkan itu juga terdapat mikroba yang justru dapat membayakan tubuh. bagi para pembuat jamu biasanya mereka belanja bahan-bahan untuk membuat jamu dalam jumlah yang banyak sekaligus. biasanya karena alasan harga yang lebih murah bila membeli dalam jumlah yang banyak dan tidak perlu repo-repot bulak-balik ke pasar lagi. bila sudah begitu, penjual akan menyimpan bahan-bahan yang belum diolah di rumahnya. tentunya cara penyimpanan bahan-bahan yang belum diolah ini menjadi sangat penting. karena pada waktu penyimpanan tsb memungkinkan kontaminasi bahan-bahan oleh mikroba ataupun kotoran hewan menjadi lebih besar. berdasarkan literatur yang saya baca http://eprints.undip.ac.id/18194/1/Siti_Thomas_Zulaikhah.pdf, Apabila bahan baku mengalami penyimpanan sebaiknya disimpan
    dalam tempat yang terbuat dari kaca, kaleng atau plastik dan jangan dalam
    tempat yang terbuat dari kayu atau kantong kertas agar bahan baku tidak
    mudah terganggu oleh hama di tempat penyimpanan (serangga, tikus dll).
    Tempat penyimpanan hendaknya juga dijaga agar keadaannya tetap bersih,
    beratap tidak bocor, kedap tikus dan hama lainnya, Dalam penyimpanan
    bahan baku pemakaian insektisida dalam pembrantasan hama dan
    fungisida untuk melenyapkan jamur hendaknya dihindari (Sutedjo, 2004). digunakan untuk mencuci sebagian besar menggunakan air bersih yang
    berasal dari sumur. Karena keterbatasan peneliti sumber air bersih yang
    digunakan untuk pencucian bahan baku tidak diperiksa secara bakteriologis.
    Hasil penelitian Safriansyah (2002) menyatakan bahwa tidak ada hubungan
    yang bermakna antara penggunaan sumber air dari PDAM dan
    sumur/sungai pada prosedur pencucian simplisia dengan tingkat
    pencemaran bakteri coliform. Indikator yang digunakan dalam pencemaran
    air adalah bakteri coloform. Dalam proses pencucian air tidak hanya
    berguna untuk mengurangi kuman dari bahan yang dicuci tetapi sebaliknya
    dapat menjadi sumber kontaminan yang potensial apabila air yang
    digunakan untuk mencuci sudah tercemar mikroba.
    Dari pengamatan diperoleh juga hasil bahwa penjual yang sekaligus
    pembuat jamu gendong masih kurang memperhatikan cara penyimpanan
    bahan baku, hal ini terlihat oleh peneliti bahwa sebagian penjual jamu
    gendong menyimpan bahan baku diletakkan di bawah meja atau tempat
    tidur.
    Penyimpanan bahan baku dibawah tempat tidur menunjukkan bahan
    baku tercemar oleh kotoran, kecoa atau tikus yang dapat membahayakan
    kesehatan (Anwar, 1987). Penyimpanan bahan baku di bawah tempat tidur
    juga tidak sesuai dengan Dep.Kes RI (1974), yang menyatakan simplisia
    nabati harus bebas dari serangga, tidak boleh mengandung lendir dan
    cendawan atau menunjukkan tanda-tanda pengotoran lain.
    itu saja tambahan dari saya, terima kasih mazidah :)

    BalasHapus
  5. menarik sekali artikel dari mazidah ini :D saya jadi tahu ternyata pada jamu pun masih terdapat mikroba seperti Penelitian Sri Sulistyorini (2003) pada pemeriksaan mikroba sampel jamu gendong di Kota Semarang, diketahui bahwa dari 28 sampel jamu gendong yang diperiksa didapatkan hasil 42,85% jamu tercemar Escherichia coli dan 42,85% sampel tidak memenuhi persyaratan MPN Coliform. Sedangkan pada pemeriksaan jamur diketahui bahwa sebagian besar yaitu 60, 17% sampel tidak memenuhi persyaratan jamur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mungkin sebaiknya kita harus berhati hati dalam mengkonsumsi jamu karena banyak dari penjual dan pembuat yg kurang higiene dalam membuat jamu.

    sumber: http://eprints.undip.ac.id/14551/

    BalasHapus
  6. Setuju dengan pernyataan bahwa Bacillus licheniformis digunakan sebagai penghasil antibiotik. Izin menambahkan dari sumber yang saya baca. Bacillus licheniformis dapat menghasilkan basitrasin. Basitrasin atau polymxin diperoleh sebagai hasil produksi antibiotik oleh bakteri yang terisolasi. Antibiotik ini diekstrak dengan n-butanol dari sel organisme Bacillus sp., pada 37°C, inkubasi 72 jam di bawah kondisi anaerob, dalam medium produksi. Produksi basitrasin oleh Bacillus licheniformis dapat maksimal dengan didukung oleh beberapa faktor yang meliputi sumber nitrogen dan karbon. Variasi temperatur juga mempunyai efek terhadap proses sintesis dari basitrasin (Hanlon and Hodges, 1981 dalam AL-Janabi, 2006). Sumber:
    AL-Janabi, Ali Abdul Hussein S. 2006. Identification of Bacitracin Produced by Local Bacillus licheniformis. African Journal of Biotechnology Vol. 5 (18), pp. 1600-1601.

    Basitrasin merupakan antibiotik pemimpin yang aktif melawan banyak organisme gram-positif, seperti Staphylococcui, Streptococci, cocci anaerob, Corynebacter dan Clostridia, tetapi tidak efektif melawan hampir semua organisme gram-negatif. Bakteri E. coli merupakan contoh dari bakteri gram negatif sedangkan S. aeureus merupakan contoh bakteri gram positif (Budiyanto, 2004). Sumber:
    Budiyanto, A. K. 2004. Mikrobiologi Terapan. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

    BalasHapus
  7. Artikel yang dibuat sangat menambah wawasan bagi kita terutama bagi penggemar jamu. Ternyata jamu yang banyak memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh juga dapat merugikan bagi tubuh seperti diare maupun gangguan pada usus. Jamu tetap dapat dikonsumsi dan tidak menyebabkan penyakit jika dikonsumsi dalam kadar yang sedikit. Sebaliknya, jika jamu dikonsumsi secara berlebihan atau terus-menerus akan menyebabkan penumpukan pada tubuh dan akan menjadikan penyakit bagi tubuh. Apalagi jika jamu dibuat dengan mencampurkan bahan-bahan yang tidak dianjurkan seperti obat-obat berupa kapsul maupun pil yang dikenal dengan jamu oplosan yang akan mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia seperti gagal ginjal sampai kematian.

    Bakteri yang tumbuh pada jamu gendong bukan hanya Bacillus ataupun E.coli saja melainkan ada mikroba berupa jamur, dapat dibaca http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=04520015 agar lebih jelas dan dapat menjadi pelengkap maupun infromasi bagi artikel Anda.

    BalasHapus
  8. jamu, siapa yang tak kenal minuman herbal khas indonesia ini? jamu dengan manfaat yang begitu banyak bagi kesehatan di produksi dengan bahan-bahan yang alami dan diproduksi secara tradisional pula, tapi beberapa sudah diproduksi dengan menggunakan mesin. jamu gendong yang masih kita jumpai di masyarakat saat ini ternyata tidak semua jamu benar-benar terbebas dari bakteri. seperti yang papaprkan mazidah diatas yang menyatakan bahwa sudah dilakukan penelitian tentang jamu gendong yang terindikasi adanya bakteri yang membahayakan kesehatan. maka dari itu kita sebagai konsumen harus berhati-hati saat mau meminum jamu, harus memerhatikan bebarapa hal agar kita terhindar dari bahaya bakteri yang terkandung pada jamu yang terdapat bakterinya.
    namun, apabila kita terlalu sering meminum jamu apakah akan merusak ginjal sebagai organ vital?
    nah, ternyata meminum jamu tak akan merusak ginjal asal kita tahu bahwa jamu yang akan dikonsumsi oleh kita terdaftar di BPPOM yang sudah pasti diuji secara klinis dan memiliki label halal tentunya. informasi ini bisa dilihat selengkapnya di link berikut : http://health.detik.com/read/2011/06/16/173006/1661987/775/1/jamu-tak-bikin-ginjal-rusak-asal
    terimakasih, semoga bermanfaat :)

    BalasHapus
  9. artikel yang ditulis Mazidah sangat menarik. jamu gendog yang kita minum ternyata terdapat banyak mikroba, salah satunya E.Coli. dari hasil paparan Mazidah dan delsa, bakteri E.Coli bisa terdapat paa jamu karena dalam pengelolaan atau pembuatan jamu tersebut tidak baik, seperti dalam proses pencucian bahan baku yang tidak bersih. saya hanya ingin menambahkan sedikit, bakteri E.Coli yang terdapat pada jamu juga dapat terjadi karena sistem penyajian jamu gendong yag tidak baik, hal ini disebabkan karena ada sebagian penjual jamu gendong yang tidak mengganti air pencuci gelas sampai dagangannya habis, dalam mencuci botol tidak dibilas tetapi langsung dituangi jamu, menuang jamu ke dalam gelas sambill ngomong-ngomong, dimana ini dapat menyebabkan jamu terkontaminasi mikroba, karena mikroba dapat disebarkan melalui mulut, hidung atau tenggorokan ataupun selama dalam penyajian dapat pula mikroba disebarkan oleh debu, lingkungan, karena penjual jamu gendong sering berhenti melayani konsumen di lingkungan yang kotor dan dekat dengan sampah. untuk lebih jelasnya dapat di lihat di sini => http://eprints.undip.ac.id/18194/1/Siti_Thomas_Zulaikhah.pdf

    terima kasih, semoga brmanfaat )

    BalasHapus
  10. terimakasih teman2 yang sudah memberi komentar... saya balas dari bawah dulu ya... *baruadasinyalsoalnya*

    euis : iyah euis sayang, terimakasih atas tambahnnya.. dari artikel yang euis sarankan sudah saya baca, memang tidak berbahaya namun di dalam artikelnya tertulis "ahli herbal menyatakan jamu tidak berbahaya untuk ginjal asalkan tahu syaratnya." nah, syaratnya apa? tentu dengan memilih jamu yang akan diminum yang komposisi nya tidak mengandung bahan kimia yang berlebihan dan tidak meminumnya terlalu banyak dan sering namun tidak dibarengi dengan minum air putih yang banyak pula.. menurut saya seperti syarat yang dimaksud ahli herbal tersebut .. beberapa artikel yang saya baca pun mengatakan memang bisa membuat gagal ginjal jika terlalu banyak dan sering minum jamu tanpa dibarengi minum air putih yang banyak karena ginjal itu tugasnya membuang air, sisa cairan dan metabolit didalamnya dengan menyaring darah yang tersuplai ke ginjal. Jika tidak disertai dengan kebiasaan banyak minum, bisa dibayangkan darah yang dialirkan ke ginjal untuk disaring dan dibuang itu berkonsentrasi yang cukup pekat, ditambah lagi dengan adanya senyawa metabolit jamu. Organ ginjal bisa cepat rusak kalau harus menyaring cairan konsentrat terus menerus. Dan akan lebih berbahaya lagi, kalau ternyata jamu yang dibeli dan dikonsumsi itu ternyata mengandung senyawa obat sintetis/senyawa kimia seperti pengawet (dikhawatirkan reaksi antara jamu dan obat sintetis ternyata saling bertolak belakang). Bisa-bisa terjadi reaksi komplikasi. juga pemakaian jamu yang dalam jangka waktu lama bisa berdampak penumpukan senyawa metabolitnya di organ - organ, misalnya di hati, saluran pencernaan ataupun ginjal. sumber : http://www.dechacare.com/Minum-Jamu-Bisa-Sebabkan-Sakit-Ginjal-I549-1.html dan http://www.putraindonesiamalang.or.id/benarkah-jamu-berbahaya-bagi-kesehatan.html

    BalasHapus
  11. delsa, raihan dan windy : terimakash atas tambahan infonya, dari referensi yang saya gunakan untuk artikel ini memang menunjukan adanya bakteri E. coli karena penyimpanan bahan baku yang tidak bersih.. yaaa tidak menutup mata bahwa bakteri E. coli juga sebenarnya memiliki keuntungan, karena termasuk kedalam flora normal manusia yaitu di usus, namun berbahaya ketika jumlahnya sudah sangat banyak berada didalam tubuh kita sampai keluar dari usus.. sumber : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=73982&val=4700 dan kuntaman-fk.web.unair.ac.id/artikel_detail-35909-Umum-Escherichia coli, sahabat manusia, penyelamat dunia, yang ‘disiasiakan’. E coli sedang marah.html

    BalasHapus
  12. evin : terimaksih evin atas infonya, memang dari referensi yg saya gunakan mengatakan seperti itu, ada jamur juga yang hidup pada jamu.. namun saya disini memfokuskan pada bagian bakteri... sekali lagi terimakasih atas infonya, karena pada artikel saya tidak menguraikan tentang jamur... jadi, teman sekalia bisa mengklik link pada komen nya evin ya, untuk megetahui lebh lanjut tentang jamur yang hidup pada jamu

    BalasHapus
  13. kak firda : terimakasih sekali untuk info tambahannya ya kak, memang seperti itu, kta memang harus sangat memperhatikan kebersihan pengolahan jamu, karena bahan baku yang digunakan karena Suatu mikroba akan mudah tumbuh di dalam substrat mengandung nutrisi yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya. Dalam pembuatan jamu, air adalah bahan utama yang merupakan salah satu substrat terpenting dalam kehidupan mikroba (Supardi dan Sukamto, 1999).
    anna dan amel : Big thanks fo inf yah neng amel dan neng anna, sangat membantu sekali infonya... namun sepertonya kmen neng amel dan anna ini masih berkesinambungan yah, jadi begini neng amel, referensi penelitian yang saya gunakan tidak menemukan adanya bakteri Staphylococcus aureus yang neng amel maksud, karena pada jamu nya terdapat bakteri Bacillus licheniformis yang dapat menghasilkan basitrasin (lihat komen pada anna ) , Basitrasin merupakan antibiotik pemimpin yang aktif melawan banyak organisme gram-positif. dan S. aeureus merupakan contoh bakteri gram positif . maka bakteri Staphylococcus aureus tidak tumbuh pada jamu yang digunakan untuk penelitian(http://www.lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/04520015.pdf. ) . but you both so right, karena bakteri-bakteri yang tadi disebutkan oleh neng amel dan anna bisa hidup di jamu apabila pembuatannya atau penyajiannya tidak bersih

    BalasHapus
  14. hani : terimakasih atas tambahan infonya hani, memang benar seperti itu.. namun, baketri tersebut tidak baik apabila ada didalam makanan atau minuman.. jamu bisa terkena hal tersebut karena dr lingkungan nya tidak dijaga, atau saat pencucian bahan baku jamu seperti kunyit (dari dalam tanah) yang kurang bersih sehingga ada bakteri tersebut yang ikut masuk ke dalam jamu

    BalasHapus
  15. artikel kamu menarik sekali mazidah, saya pun sampai saat ini masih sering untuk mengkonsumsi jamu. memang pada dasarnya, mikroba dapat tumbuh dimana pun termasuk jamu. namun saya ingin menambahkan saja tentang faktor yang berhubungan dengan pencemaran mikroba pada jamu gendong. Penjual yang sekaligus pembuat jamu gendong dalam mengolah jamu gendong masih kurang memperhatikan faktor higiene, sebagai indikatornya adalah masih adanya pencemaran mikroba pada jamu gendong seperti temuan Karinda (2004) tentang deteksi Escherichia coli dalam jamu gendong di 10 pasar di Kota Semarang yang menyatakan bahwa dari 40 sampel jamu gendong yang diperiksa 55% sampel terkontaminasi bakteri Escherichia coli, 30% sampel terindikasi terkontaminasi Salmonella dan 5% sampel terkontaminasi Pseudomonas aeruginosa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pencemaran mikroba pada jamu gendong. untuk selengkapnya dapat di lihat pada http://eprints.undip.ac.id/18194/1/Siti_Thomas_Zulaikhah.pdf (saya mendapatkan referensi dari skripsi tentang jamu yang tercemar mikroba)
    terimakasih ..

    BalasHapus
  16. Aikelnya informatif dan sangat bagus mazidah. Saya dari kecil suka sekali minum jamu.. Dan setelah baca artikel mazidah saya baru tahu.. Ternyata banyak juga mikroba di jamu gendong ini. Saya bisa lebih berhati hati lagi jika minum jamu. Tapi saya ingin menambahkan, saya baca di http://home.spotdokter.com/715/bahaya-jamu/beberapa tips untuk memilih jamu yang aman:

    Jangan sembarangan memilih jamu, belilah jamu dari produk-produk yang sudah lulus penyaringan Badan POM.
    Untuk keamanan anda bisa membuat jamu untuk anda konsumsi sendiri, yang jelas dari bahan alami, tanpa pengawet, tanpa tambahan bahan kimia dan bersih.
    Jangan terlalu sering mengkonsumsi jamu, lebih baik banyak makan makanan yang bergizi. Trimakasih mazidah :)

    BalasHapus
  17. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  18. saya juga menyukai jamu. tapi sangat disayangkan sekali kalau ternyata jamu yang biasa dikonsumsi ada mikrobanya, bahkan mikroba yang sangat berbahaya. Hasil penelitian tentang kontaminasi mikroorganisme pada jamu gendong memberikan isyarat bahwa jamu gendong itu tidak aman dan membahayakan kesehatan. Walaupun jamu gendong termasuk obat tradisional yang tidak memerlukan wajib daftar, namun tetap harus memenuhi standar yang dibutuhkan yakni jenis tanaman yang digunakan, kebersihan bahan baku, kebersihan peralatan yang digunakan, serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Depkes RI, 1999). http://eprints.undip.ac.id/18194/1/Siti_Thomas_Zulaikhah.pdf

    Terimaksih
    Suxes slaloe Mazidah.!! ;-D

    BalasHapus
  19. Jamu memang bermacam-macam rasanya , tidak semua orang pasti suka jamu :D di dalam jamu pasti memiiki kandungan yang positif dan negatif untuk tubuh kita. Banyak sekali manfaatnya terlebih lagi manfaat kunyit asam yang telah dijelaskan oleh Mazidah mungkin hanya secara umum saja , saya ingin menambahkan saja untuk manfaat kunyit asam selain dari paparan diatas , semoga bermanfaat :) http://www.anneahira.com/manfaat-jamu-kunyit-asam.htm

    BalasHapus
  20. Terima kasih Mazidah telah memberikan informasi mengenai jamu gendong dan mikroba. Dari uraian artikel diatas dan komentar para pembaca telah melengkapi bagian artikel yang masih kurang. Sangat informatif sekali :) Izin melengkapi sedikit yaa Mazidah selain jamu sebagai obat tradisional, jamu juga memiliki keistimewaan lain yaitu sebagai obat yang tidak memiliki efek samping, karena bahannya berasal dari tanaman bukan dari zat kimia, bebas toksin, mudah diproduksi, menghilangkan akar penyebab penyakit, lebih mudah dicari, muah dan multi khasiat.

    Waah begitu banyak yaa khasiat yang diberikan dari jamu itu sendiri.. Untuk informasi lebih lengkapnya dapat diakses pada laman berikut http://www.ilawati-apt.com/keunggulan-obat-herbal-alami/ semoga bermanfaat :)

    BalasHapus
  21. Ternyata ada bakteri di jamu yaaa, padahal yang kita tahu bahwa jamu ini sangat akrab dengan kehidupan orang Indonesia, sejak kecil kita dikenali dengan rasanya jamu mulai dari jamu air jahe, beras kencur, kunyit asam dan sebagainya, tetapi artikel ini justru menyadarkan kita bahwa jamu yang sering digunakan sebagai obat tenyata juga mengandung mikroba yang cukup membahayakan kita. Mohon izin menambahkan khususnya pada jamu beras kencur karena jamu ini yang kerap kali dikonsumsi dari anak-anak samapai oarang dewasa. Jamu beras kencur merupakan salah satu jamu yang disukai masyarakat dan diakui oleh pemerintah sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Sebagian besar bahan baku jamu beras kencur mengandung senyawa kimia yang merupakan medium pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme. Mikroorganisme dapat mencemari jamu beras kencur karena didukung oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan mikroorganisme tumbuh dan berkembang. Pencemar jamu beras kencur dapat berasal dari bahan baku, alat ? alat pengolahan, proses pengolahan, pekerja, lingkungan pengolahan, dan lingkungan pemasaran.
    Padanya cemaran bakteri Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli serta kualitas mikrobiologis jamu beras kencur berdasarkan Standar Nasional Industri (SNI) beras kencur cair No. 01-3550-1994. Selain terdapat bakteri juga terdapat jamur. Adapun info lebih lengkap dapat diaskes pada: http://student-research.umm.ac.id/index.php/dept_of_biology/article/view/4485
    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31255/7/Cover.pdf

    Terima kasih ^^

    BalasHapus
  22. artikel mazidah sangat informatif dan komunikatif sekali, disayangkan ya ternyata di jamu terdapat bakteri pula. saya sarankan supaya membuat jamu sendiri lebih higienis dan kita sudah tahu bahwa jamu yang kita buat. kalau memang kita malas untuk membuatnya, membeli jamu juga jangan sembarangan, semoga jamu yang kita minum tidak terlalu terkontaminasi oleh bakteri amii.:) terimakasih mazidah atas informasinya sukses selalu^^

    BalasHapus
  23. artikel yang mazidah buat sangat informatif sekali, bahkan saya juga masih sering mengkonsumsi jamu gendong dan memang pada dasarnya, mikroba dapat tumbuh dimana pun termasuk jamu. sedikit ingin menambahkan saja tentang faktor yang berhubungan dengan pencemaran mikroba pada jamu gendong, silahkan di cek di http://eprints.undip.ac.id/18194/1/Siti_Thomas_Zulaikhah.pdf . terimakasih, semoga bermanfaat :-)

    BalasHapus
  24. artikel yang mazidah buat sangat menarik dan informatif sekali, saya sangat gemar minum jamu gendong jamu yang di dorong ataupun jamu yang di pinggir jalan, ternyata di jamu juga mengandung bakteri yang sudah di jelaskan di atas yaitu bakteri E.coli, namun bukan hanya bakteri ternyata jamur juga yaitu jamur Aflatoxin. Jamu yang diproses dengan baik dan benar tentu saja sangat bermanfaat. Tapi di samping itu, bila pengolahannya tidak benar, jamur dapat saja terkontaminasi Aflatoxin. Aflatoxin ini merupakan senyawa yang berbahaya dan bahkan dapat menyebabkan kanker bila terkonsumsi dalam jangka waktu lama.
    Untuk itu, ada baiknya kita mengenal lebih jauh mengenai bahaya Aflatoxin dalam jamu ini dapat di baca selengkapnya di sini http://andiriakurniawati.blogspot.com/2012/02/bahaya-aflatoxin-pada-jamu.html. Semoga bermanfaat ya Mazidah.

    BalasHapus
  25. artikel yang disampaikan oleh mazidah sangat menarik dan informatif, karena saat kita masih kecil atau bahkan hari ini masih ada yang meminum jamu gendong walaupun sudah sangat jarang ditemui, mungkin karena proses pembuatannya yang sangat tradisional membuat faktor higienisnya dikesampingkan. yang disampaikan oleh saudari mazidah sudah sangat lengkap ditambah lagi dengan penambahan info dari temahn-teman sebelumnya, mungkin akan semakin bagus lagi jika diberikan klasifikasi dari bakteri itu sendiri seperti yang terdapat pada http://www.scribd.com/doc/65412825/Klasifikasi-ilmiah#scribd
    Good Job Mazidah! :D

    BalasHapus
  26. artikelnya sangat menarik, setuju dengan mazidah bahwa jamu oleh masyarakat Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak zaman dahulu, terutama dalam upaya pencegahan penyakit, peningkatan daya tahan tubuh, mengembalikan kebugaran tubuh setelah melahirkan atau bekerja keras, bahkan untuk kecantikan wanita. Dengan kata lain, jamu merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang telah digunakan secara turun-temurun lebih dari tiga generasi sehingga jamu dipercaya aman bagi kesehatan.Obat bahan alam atau jamu dapat dikatakan aman apabila telah digunakan secara turun-temurun melewati tiga generasi atau telah diuji toksisitasnya menggunakan hewan uji dan terbukti aman, selain itu terdapat beberapa bagian tumbuhan yang dilarang digunakan sebagai obat bahan alam, hal ini dapat dibaca pada sumber berikut http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0311.pdf terima kasih mazidah

    BalasHapus
  27. artikel yang sangat bagus dan menarik, sangat bermanfaat bagi mereka yang sangat hoby minum jamu, mereka bisa lebih berhati-hati dalam memilih jamu. jamu yang terkontaminasi selain berasal dari lingkungan yang tidak steril dan juga bahan baku pembuatan yang tidak dijaga kebersihannya bisa juga dikarenakan penyimpanan dalam jangka panjang. sesuai dengan artikel yang tertera pada http://eprints.ums.ac.id/22012/14/naskah_publikasi.pdf
    Terimakasih Majidaah :)

    BalasHapus
  28. Trimakasih mazidah informasinya, artikelnya sangat menambah wawasan. Jamu yang sudah dikenal berkhasiat ini bermanfaat untuk manusia untuk menyembuhkan penyakit tertentu akan tetapi karena pengolahan yang kurang bersih, tempat untuk membuat jamu serta kurang higienis bisa menjadi munculnya bakteri didalam jamu tersebut membuat kita lebih berhati-hati serta menjaga kebersihan yang paling utama. :)

    BalasHapus
  29. Pembahasan yang cukup menarik. jamuu..hmm sangat dikenal di daerah Indonesia khususnya jawa. tak disangka, ternyata jamu yang saya kira banyak khasiatnya bisa terkontaminasi oleh bakteri juga dikarenakan saat proses pembuatan yang kurang aseptik. sehingga jamu yang berisi obat-obatan malah jadi berisi bakteri ya.. untuk sekedar mengingatkan bagi yang senang mengkonsumsi jamu apalagi jamu olahan sendiri bisa di lihat pada web ini http://kesehatan.kompasiana.com/alternatif/2014/06/17/perhatikan-ini-sebelum-konsumsi-jamu-olahan-sendiri-2-662555.html

    BalasHapus
  30. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  31. waaaahh serem juga yaah kalo dipikir-pikir, niatnya biar badan jadi buga malah mendatangkan berbagai miroba ke dalam tubuh, artikelnya bagus banget , saya jadi tahu dan bisa berhati-hati lagi dalam mengkonsumsi minuman tradisional ini, terimakasih mazidah . artikelnya :)

    BalasHapus